Menara
Syahbandar (Uitkijk) dibangun sekitar tahun 1839 yang berfungsi sebagai menara
pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk Kota Batavia lewat jalur laut serta
berfungsi kantor "pabean" yakni mengumpulkan pajak atas barang-barang
yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa.
Menara
ini sebenarnya menempati bekas bastion (kubu) Culemborg yang dibangun sekitar
1645, seiring pembuatan tembok keliling kota di tepi barat. Sebelum dibangun
Menara Syahbandar, fungsi menara pemantau sudah dibangun didekat bastion
Culemborg dengan bentuk "tiang menara", diatasnya terdapat
"pos" bagi petugas.
Salah
satu saksi bisu perkubuan Belanda adalah pintu besi di bawah Menara Syahbandar
yang berupa jalan
masuk ke dalam lorong bawah tanah menuju Benteng Frederik Hendrik (sekarang Masjid Istiqlal).
masuk ke dalam lorong bawah tanah menuju Benteng Frederik Hendrik (sekarang Masjid Istiqlal).
Sesudah
masa kemedekaan, beberapa bangunan didekatnya dirobohkan untuk perluasan jalan
Pakin. Bangunan di tengah antara menara dan gedung administrasi, diganti dengan
Prasasti di tugu yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin tahun
1977 sebagai penanda Kilometer 0 pada masa lalu.
Bertambahnya
usia bangunan hingga saat ini kurang lebih 168 tahun, membuat bangunan setinggi
12 meter dengan ukuran 4x8 meter ini, secara perlahan menjadi miring sehingga
kerap disebut "Menara Miring". Posisinya yang persis disisi jalan
raya Pakin, dimana setiap hari padat oleh kendaraan dan tak jarang jenis
kendaraan berat seperti truk kontainer, menambah beban getar disisi selatan
menara. Menara ini juga disebut "Menara Goyang" karena menara ini
terasa bergoyang ketika mobil melewati sekitarnya.
Pada
awal April 2007, telah dilakukan perbaikan oleh Pemprov DKI Jakarta sebagai
realisasi Program Revitalisasi Kota Tua yang dicanagkan sejak tahun 2006.
Menaiki
tangga menara, menelusuri ruang-ruangnya, serta mencapai puncak dan memandang
kapal- kapal aneka rupa di Pelabuhan Sunda Kelapa adalah daya tarik menara ini.
Sebagai
bekas benteng, dilantai bawah masih terdapat ruang bawah tanah untuk
perlindungan dan pintu terowongan bisa tembus hingga Fatahillah (Museum
Fatahillah, dulu Stadhuis) bahkan kemungkinan hingga Masjid Istiqlal karena
dulu pernah ada Benteng Frederik Hendrik. Saat ini pintu menuju terowongan
sudah ditutup, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Wikipedia.